Jumat, 24 Januari 2014

Pusat Peradaban Islam Dunia



BAB I
PENDAHULUAN
Peradaban adalah suatu proses perubahan cara hidup manusia. Kemajuan yang di capai dalam aspek bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan, sosial, politik, hukum dan agama. Prosesnya berjalan secara berangsur-angsur dalam waktu yang lama.
Peradaban Islam pada mulanya mulai dari zaman Rasulullah SAW sampai abad ke-12 M telah berhasil gemilang dengan membangun peradaban-peradabannya yang untuk melahirkan sejarawan kelas dunia. Di permukaan alam dunia ini pernah timbul beberapa peradaban, tetapi kemudian menghilang dan sirna. Begitu pula dengan bangsa-bangsa yang dulunya begitu besar dan jaya lama kelamaan menjadi kecil dan akhirnya lenyap, dan digantikan dengan bangsa baru timbul makin lama makin maju dan menjadi bangsa yang besar pula, hingga pada suatu ketika dengan pengalaman-pengalaman itu menjadikan manusia menjadi matang untuk menerima kemajuan yang sesungguhnya dalam segala bidang.
Pada waktu Islam datang seluruh dunia sedang mengalami kemunduran di semua bidang dan lapangan. Belum berlalu masa seratus tahun, Islam telah menegakkan dan memperbaharui serta meluruskan paham agama-agama yang telah lalu, ilmu pengetahuan yang tinggi dan meyakinkan, peradaban yang membawa kebahagiaan dan politik yang selalu menguntungkan, yang semuanya telah disiarkan di seluruh dunia dengan cepat dan penuh kebenaran.[1]












1.Peradaban Islam di Kota Baghdad
Negara yang berada di bagian barat daya Asia ini, memiliki batas-batas wilayah: di selatan berbatasan dengan Kuwait dan Arab Saudi, di sebelah utara berbatasan dengan Turki, di bagian barat dengan Yordania dan Syiria, di utara dengan Turki, dan di timur dengan Iran. Irak berada tepat di bagian timur wilayah Bulan Sabit Subur yang dulu sering disebut daerah Mesopotamia- kosa kata Yunani yang berarti “lahan di antara dua sungai”: Sungai Tigris dan Sungai Efrat. Kedua aliran sungai ini sangat mempengaruhi pola kehidupan dan lingkungan penduduk Irak dari masa ke masa.[2]
Didirikan oleh Khalifah Abbasiyah kedua, yaitu Al- Manshur (754-755 M) pada tahun 763 M dan di jadikan sebagai ibu kota pemerintahannya.[3] Terletak di pinggir Sungai Tigris. Menurut cerita rakyat, daerah ini sebelumnya adalah tempat peristirahatan Kisra Anusyirwan, seorang raja Persia yang masyhur, di musim panas. Baghdad sendiri mempunyai arti “Taman Keadilan”. Masa keemasan Kota Baghdad terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al- Rasyid (786- 806 M) dan anaknya Al-Ma’mun (813-833 M).
Peradaban yang dicapai pada masa Khalifah Al- Manshur diantaranya pada pembangunan fisik, dengan mendesain kota ini berbentuk bundar, yang di sekililingnya dibangun dinding tembok yang besar dan tinggi. Di sebelah luar dinding tembok digali parit besar yang berfungsi sebagai saluran air dan sekaligus sebagai benteng. Disediakannya empat buah pintu gerbang di sekitar kota ini untuk setiap orang yang ingin memasuki kota ini. Keempat pintu gerbang itu adalah Bab al- Kufah yang terletak di sebelah barat daya, Bab al- Syam di barat laut, Bab al- Bashrah di tenggara, dan Bab al- Khurasan di timur laut. Di masing-masing pintu gerbang di bangun 28 menara untuk tempat pengawal negara yang mengawasi keadaan di luar. Terdapat tempat peristirahatan dengan ukiran indah dan menyenangkan pada setiap pintu gerbang bagian atas.
Di tengah-tengah kota terdapat Al- Qashar Al- Zahabi yang merupakan istana khalifah dengan seni arsitektur Persia. Dilengkapi dengan bangunan masjid, tempat pengawal istana, polisi, dan tempat tinggal putera-puteri dan keluarga khalifah. Di sekitar istana dibangun pasar tempat pembelanjaan dan jalan raya yang menghubungkan empat pintu gerbang. Semua pembangunan itu di kerjakan oleh ahli bangunan yang terdiri dari arsitek- arsitek, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat, dan lain- lain. Mereka semua didatangkan khalifah dari Syria, Mosul, Basrah, dan Kuffah dengan jumlah sekitar 100. 000 orang.[4]
Pembelanjaan membangun kota Baghdad itu berjumlah 4.000.833 dirham, dan sebagian besar pekerja-pekerja, insinyur, dan orang-orang kenamaan telah terlibat di dalam pembangunan itu. Diantara orang- orang terkemuka yang terlibat adalah Al-Hajj bin At-Ta’ah yang turut merancang pembangunan kota itu, dan Imam Abu Hanifah yang bertugas memperhitungkan batu-batu yang diperlukan
Dalam bidang ilmu pengetahuan, Al- Manshur memerintahkan untuk menerjemahkan buku-buku ilmiah dan kesusteraan dari bahasa Inggris, India, Yunani lama, Bizantium, Persia, dan Syiria ke dalam bahasa Arab. Sehingga sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi kota peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Sehingga julukan sebagai kota intelektual pun di berikan dari Philip K. Hitti terhadap Kota Baghdad. Para peminat ilmu dan kesusasteraan segera berbondong-bondong datang ke kota ini.
Perkembangan dalam bidang ekonomi Kota Baghdad berjalan seiring dengan perkembangan politik. Perdagangan dan industri berkembang pesat pada masa Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun. Tiga buah pelabuhan yang ramai yang banyak dikunjungi para kalifah dagang internasional (Cina, India, Asia Tengah, Syria, Persia, Mesir dan Afrika lainnya), dua di Bashrah dan Sirat di Teluk Persia, adalah faktor pendukung perkembangan kehidupan ekonomi di Kota Baghdad.
Di Kota Baghdad juga menjadi pusat tempat ziarah bagi orang muslim karena banyaknya orang suci yang di makamkan disana, sehingga mendapat julukan Benteng Kesucian. Diantaranya makam Imam Musa Al-Kazhim (Imam ketujuh Syi’ah), Syekh Junaid, Syibli, dan Abdul Kadir Jailani (semuanya pemimpin-pemimpin kaum sufi). Para khalifah dan permaisurinya juga banyak dimakamkan di kota Baghdad
2. Peradaban Islam di Kota Kairo
Kota yang terletak di tepi Sungai Nil ini mengalami tiga kali masa kejayaan, yaitu pada masa Dinasti Fatimiah, di masa Shalah Al-Din Al-Ayyubi, dan di bawah Baybars dan Al-Nashir pada masa Dinasti Mamalik. Dinasti Fathimiyah adalah satu- satunya Dinasti Syi’ah dalam islam.
Dalam periode yang kedua dari pemerintahan Abbasiyah, berdiri dinasti Tuluniyah di Mesir (254-292/ 868-905) yang merupakan wilayah otonom dari Baghdad. Pendirinya adalah Ahmad ibn Tulun yang berasal dari Turki. Pada mulanya ia datang ke Mesir sebagai wakil gubernur Abbasiyah, kemudian menjadi gubernur yang berkuasa hingga Palestina dan Syiria. Karena terjadi perselisihan di pusat pemerintahan Abbasiyah yang menyebabkab daerah tidak terindahkan, maka menguatlah dinasti yang berbasis di Lembah Sungai Nill. Kejayaan dinasti ini terjadi pada masa putra Ahmad yang bernama Al- Khumarawayh yang mendapatkan wilayah Mesir, Syiria, dan Gunung Taurus serta wilayah Aljazirah.[12]
Pada Dinasti Tuluniyah, Mesir mengalami kemajuan terutama di bidang militer dan pasukan perang yang dapat menaklukan Syiria, Palestina, Barquq, Mosul, Yaman, dan Hijaz. Di bangunlah Masjid Ibn Tulun yang terkenal hingga sekarang dan markas militer Al- Qathai untuk menampung pasukannya yang tidak tertampung di Masjid ‘Amr ibn Ash, penakluk dan gubernur pertama Mesir. Masjid tersebut juga masih berdiri tegak sampai kini di pinggiran Kota Kairo.
Ketika Dinasti Tuluniyah mulai melemah yang mana tidak dapat mengontrol Sekte Qaramitah yang ada di Syiria, khalifah di Baghdad mengirim pasukan untuk menaklukan Syiria, memasuki Mesir, dan menundukan ibu kota Tulun, yakni Fustat (Kairo lama).
Dinasti Ikhsyidiyah (323-358 H/ 935-966 M) yang didirikan oleh Muhammad Ibn Tugj yang berasal dari Turki. Beliau menjadi gubernur Mesir sebagai hadiah dari Abbasiyah setelah dapat mempertahankan wilayah Nill dari serangan Kaum Fathimiyah. Namun serangan yang bertubi-tubi dari Dinasti Fathimiyah menyebabkan tidak lama memegang kekuasaan di Mesir dan akhirnya menyerah kalah di bawah Panglima Jauhar As- Saqili.
Setelah panglima Jauhar As-Saqili menduduki Mesir pada tahun 358 H, maka ia mengambil keputusan untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Fustat, ke kota yang akan dibangun. Pada tanggal 17 Sya’ban 358 H (969 M), Jauhar As-Saqili memulai pembangunan kota baru untuk menjadi ibu kota Dinasti Fathimiyah. Kot ini mula-mul diberi nama kota “Mansyuriyah” dinisbatkan kepada Mansur Al-Mu’iz Lidinilah. Setelah Mu’iz sendiri sampai di Mesir, namanya diubah menjadi Qahirah Mu’iziyah.[13]
Bentuk kota Kairo ini hampir merupakan segi empat. Di  sekelilingnya dibangun pagar tembok besar dan tinggi, yang sampai sekarang masih ditemui peninggalannya. Pagar tembok ini  memanjang dari Masjid Ibn Thulun sampai ke Qal’at Al- Jabal, memanjang dari Jabal Al-Muqattam sampai ke tepi Sungai Nill.
Setelah pembangunan kota Kairo rampung lengkap dengan istananya, As-Saqili mendirikan Masjid Al-Azhar, 17 Ramadhan 359 H/970 M. Masjid ini berkembang menjadi sebuah universitas besar yang sampai sekarang masih berdiri megah. Nama Al-Azhar diambil dari Al-Zahra’, julukan Fathimiah, puteri Nabi Muhammad SAW dan istri ‘Ali ibn Abi Thalib, Imam pertama Syi’ah.
Dalam pemerintahannya Al-Mu’iz melaksanakan tiga kebijaksanaan besar, yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi, dan toleransi beragama. Dalam bidang administrasi, beliau mengangkat seorang wazir untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan. Dalam bidang ekonomi, beliau memberi gaji khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya. Dalam bidang agama, di Mesir diadakan empat lembaga peradilan, dua untuk Madzhad Syi’ah dan dua untuk Madzhab Sunni.
  1. Peradaban Islam di Kota Isfahan
Isfahan adalah kota terkenl di Persia, pernah menjadi ibu kota kerajaan Safawi. Kota ini merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yaitu Jayy, tempat berdirinya Syhrastan kemudian, dan Yahudiyah yang didirikan oleh Buchtanashshar atau Yazdajir I atas anjuran istrinya yang beragama Yahudi. Ada beberapa pendapat tentang kapan kota ini ditaklukan oleh tentara Islam. Pendapat pertama mengatakan penaklukan itu terjadi pada tahun 19 H (640 M), dibawah pimpinan Abdullah ibn ‘Atban atas perintah Umar ibn Al-Khattab untuk menalkukan kota Jayy yang merupakan salah satu ibu kota provinsi Persia waktu itu.
Setelah beberapa peristiwa, penguasanya memilih msuk islam dari pada membayar pajak. Pendapat lain, yaitu Al-Thabari menyebutkan bahwa penaklukan itu terjadi pada tahun 21 H (642 M). Aliran Bashrah menyebutkan, penaklukan Isfahan terjadi pada tahun 23 H (644 M) di bwah pimpinan Abu Musa Al-‘Asy’ari yaitu setelah penaklukan Nahawand, atau di bawah pimpinan Abdullah ibn Badil yang menerima penyerahan kota itu dengan syarat pembayaran pajak. Penaklukan ulang terjadi pada masa khalifah Abbasiyah, Al-Mu’taz. Ketika tentara Abbasiyah berusaha memadamkan pemberontakan Al-Alawiyin di Tobaristan tahun 247 H(861 M). Sejak itu, kota ini menjadi kota penting sebagai ibu kota provinsi dan pusat industri dan perdagangan.
Ketika raja Safawi, Abbas I, menjadikan Isfahan sebagai ibu kota kerajaannya, kota ini menjadi kota yang luas dan ramai dengan penduduk. Sebagaimana telah disebutkan, kot ini terletk di atas sungai Zndah. Di atas sungai ini terbentang tiga buah jembatan yang megah dan indah, satu diantaranya terletak di tengah kota. Sementara dua lainnya di pinggiran kota.
Kota ini berbentuk bundar, pintunya ada empat dengan menara pengontrol sebanyak seratus buah. Letk tembok kota sekitar setengah Farsak (satu farsakh sekitar 8 km atau 3,5 mil). Di dalam kota ini terdapat bangunan menyerupai benteng, disekitrnya terdapat tambang terbuat dari perak yang sudah tidak berfungsi lagi sejak penaklukan tentara islam, dan juga tambang tembaga batu bahan celak. Ardashir, raja persia, pernah membangun irigasi untuk pengaturan air dari sungai Zandah, bernama Zirrin Rod, berarti sungai emas. Hingga sekarang, perekonomian negeri ini sangat tergantung kepada pertanian kapas, candu, dan tembkau.
Kota ini, sebelum berada di bawah kekuasaan Kerajaan Safawi, sudah beberapa kali mengalami pergantian penguasa, Dinasti Samani tahun 301 H/913 M, kemudian direbut Mardawij tahun 316 H/928 M dan memerdekakan diri dari kekuasaan Baghdad. Setelah itu jatuh ke tangan kekuasaan Bani Buwaih dan pada tahun  421 H/1030 M direbut oleh Mahmud Al-Ghznawi, penguasa Dinasti Ghaznawiah. Dari penguasa Ghaznawi ini, Isfahan lepas ke tangan penguasa Seljuk dan dijadikan sebagai tempt tinggal Sultan Maliksyah. Di awal abad ke-6 H/ 12 M, di kota ini Syi’ah Ismailiah banyak memperoleh pengikut. Pada tahun 625 H/ 1228 M terjadi pertempuran besar di sini, ketika tentara Mongol datang menyerbu negeri-negeri islam dan menjadikan Isfahan sebagai salah satu bagian dari wilayah kekuasaan Mongol itu. Ketika Timur Lenk menyerbu negeri-negeri islam kota ini ikut jatuh ke tangannya Tahun 790 H/ 1388 M dan 7000 penduduk terbunuh. Setelah itu kota ini dikuasai oleh Kerajaan Usmani tahun 955 H/1548 M, dan pada taahun 1134 H/ 1721 M, terjadi pertempuran antara Husein Syah, raj Safawi dengan Mahmud Al-Afghani, yang mengakhiri riwayat kerajaan Safawi sendiri. Pada tahun 1141 H/1729 M, kota ini berada di bawah kekuasaan Nadzir Syah.
Kerajaan Safawi berdiri di saat Kerajaaan Utsmani di Turki mencapai puncak kejyanya. Kerajaan Safawi berasal dari gerakan tharikat di Ardabil sebuah  kota di Azerbeijan (wilayah Rusia) yang berdiri hampir bersamaan dengan Kerajaan Usmani di Turki. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (q252-1334 M). Kerajaan Safawiyah menganut ajaran Syi’ah dan di tetapkan sebagai madzhab negaranya. Safi Al-Din  keturunan dari Imam Syi’ah yang ke enam Mus Al-Kazim. Karena alim dan sifat zuhudnya maka Safi Al-Din diambil menantu oleh gurunya yang bernama Syekh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang di kenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dalam waktu yang tidak lama tarekat ini berkembang pesat di Persia, Syiria, Asia kecil,
Masa kemajuan Kerajaan Safawi di Persia dalam bidang ekonomi, yaitu telah di kuasainya Kepulauan Hurmuz dan Pelabuhan Gumrun yang telah  di ubah menjadi Bandar Abbas pada masa Abbas I. Maka salah satu jalur dagang yang menghubungkan antara timur dan barat sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi. Di samping sektor perdagangan kerajaan Safawi jug mengalami kemajuan di sektor pertanian terutam di diaerah Bulan Sabit Subur (fortille crescent).
Dalam bidang ilmu pengetahuan sejarah Islam bangsa Pesia di anggap berjasa besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Maka tidaklah mengherankan apabila kondisi tersebut terus berlanjut, sehingga muncul ilmuwan seperti, Baha Al-Din Asy-Syaerozi, Sadar Al-Din Asy-Syaerozi, Muhammad Al-Baqir Al-Din ibn Muhammad Damad, masing-masing ilmuwan di bidang filsafat, sejarah, teolog, dan ilmu umum.
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah ibu kota ini, seperti masjid, sekolah, rumah sakit, kebun wisata, jembatan yang memanjang di atas Zende Rud dan Istana Chihilsutun.[19]

  1. Peradaban Islam di Kota Istambul
Kota Istambul adalah ibu kota Kerajaan Turki Usmani. Kota ini awalnya merupakan ibu kota Kerajaan Romawi Timur dengan nama Konstantinopel. Konstantinopel sebelumnya sebuah kota bernama Bizantium, kemudian diganti dengan nama Konstantinopel oleh Kaisar Romawi Timur, Kaisar Constantin.
Pada tahun 395 M, Kerajaan Romawi pecah menjadi dua, Romawi Timur dan Romawi Barat. Romawi Barat yang beribu kota di Roma (Italia) sedangkan Romawi Timur beribu kota di Konstantinopel.
Setelah Muhammad Al-Fatih menjadikan Istambul sebgai ibu kota kerajaan Turki Usmani, beliau melakukan penataan hal-ihwal orang-orang Kristen Yunani(Romawi). Dalam penataan tersebut beliau tetap memberikan kebebasan kepada pihak gereja, seperti yang dilakukan para pendahulunya dan mengakui agama lain sesuai dengan ajaran islam yang menghormati keyakinan suatu agama. Penduduk Istambul memang heterogen dalam bidang agama. Menurut sensus thun 1477, penduduk Istmbul berdasarkan agama adalah sebagai berikut: Muslim 8951 rumah tangga (60 %),   penganut Kristen Ortodoks (Yunani) 3151 rumah tangga( 21,5%), Yahudi 1647 rumah tangga (11%), lain-lain 1054 rumah tangga (7,5% ).
Sebagai ibu kota, di sinilah tempat berkembangnya kebudayaan Turki yang merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan. Bangsa Turki Utsmani banyak mengambil ajaran etika dan politik dari bangsa Persia. Sebagai bangsa berasal dari Asia Tengah, Turki memang suka berasimilasi dan senang bergaul dengan bangsa lain. Dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan, kebudayan Bizantium banyak mempengaruhi kerajaan Turki Utsmani ini. Namun, jauh sebelum mereka berasimilasi dengan bangsa-bangsa tersebut, sejak pertama kali mereka masuk islam bngsa Arab sudah menjadi guru mereka dalam bidang agama, ilmu, prinsip-prinsip kemasyarakatan dn hukum. Huruf Arab dijadikn huruf resmikerajan. Kekuasaan tertinggo memang berada di tangan Sultan, tetapi roda pemerintahan dijalankan oleh Shadr Al-A’zham (Perdana menteri) yang berkedudukan di ibu kota. Jabatan-jabatan penting, termasuk perdana menteri, seringkali justru diserahkan kepada orang-orang asal Eropa, dengan syarat menyatakan diri secara formal masuk islam.
Istambul merupakan pusat peradaban Islam pada masa kekuasaan Turki Usmani terpenting. Bukan saja pada keindahan kotanya akan tetapi juga karena di kota bekas kekuasaan Romawi Timur itu terdapat pusat-pusat kajian keilmuwan yang mendorong puncak kejayaan peradaban umat Islam.
Kemajuan di bidang intelektual di abad ke-19 pada masa pemerintahan Turki Usmani nampaknya tidak lebih menonjol dibandingkan bidang politik dan kemiliteran. Di antaranya terdapat dua buah surat kabar yang muncul yaitu, Berita harian Takvini Veka dan jurnal Tasviri Efkyar serta Terjumaning Ahval  dalam bidang pendidikan terjadinya transformasi yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar dan menengah tahun 1861 dan perguruan tinggi 1869, juga mendirikan fakultas kedokteran dan hukum. Di samping itu mengirimkan para pelajar yang berprestasi ke Perancis untuk melanjutkan studinya yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Dalam bidang saatra dan bahasa muncullah sastrawan-sastrawan dengan hasil karyanya setelah menamatkan studi di luar negeri. Di antaranya Ibrahim Shinasi pendiri surat kabar Tasviri Efkyar.[23]   
Di masa Dinasti Usmani, Turki meliputi sebagian negara Eropa, Asia Tengah, Afrika dan semenanjung Arab. Namun pada akhirnya mengalami kemunduran. Belakangan hanya Turki saja sebagai wilayah dinasti tersebut. Kemunduran tersebut lebih disebabkan adanya pertentangan internal Dinasti Usmani serta pemberontakan dan upaya pelepasan diri dari negeri- negeri jajahan. Pada masa Sultan Salim III (1789-1807) diupayakan  birokrasi namun mengalami kegagalan. Kegagalan Turki dalam upaya pembaharuan tersebut dikecam oleh Eropa Barat sebagai “The Sick Man of Europe” (orang sakit Eropa).
5.      Delhi (India).
Delhi adalah ibu kota kerajaan-kerajaan islam di India sejak tahun 608 H/1211 M (kecuali beberapa kali dalam waktu yang tidak lama, yaitu ketika ibu kota pindah ke Dawlatabad, Agra, dan Lahore) sampai kerajaan Mughal runtuh oleh inggris pada tahun 1858. Sebagi ibu kota kerajaan-kerajaan islam, Delhi juga menjadi pusat kebudayaan dan peradaban islam di anak benua India.
Kota ini terletak dipinggir sungai jamna. Sebelum islam masuk kesana, delhi berada dibawah kekuasaan keturunan Johan Rajput. Tahun 589 H (1193 M), kota ini ditaklukkan oleh Quth Al-Din Aybak dan tahun 602 H (1204) ini dijadikan ibu kota kerajaan tersendiri olehnya. Dinasti Mamluk ini berkuasa sampai tahun 689 H (1290 M), kemudian diganti oleh dinasti Khalji (1296-1316 M), setelah itu, dnasti tughlug (1320-1413 M). Babur, Raja mughal pertama, merebut Delhi dari tangan dinasti Lodi. Setiap dinasti islam memperluas kota itu dengan mendirikan “kota-kota” baru di Delhi semula, yaitu kota yang berada di dalam benteng Lalkot. Delhi sekarang mencangkup semua kota-kota baru itu. Semuanya dikenal sebagai “Tujuh Kota Delhi”.
 Dinasti Mamluk mendirikan sebuah menara yang tingginya 257 kaki, dikenal dengan nama menara “Qutb Manar”, bukan saja sebagai tempat azan tetapi juga, sebagai tugu kemenangan dan sebuah masjid dengan nama masjid “Qutb Al-Islam”, Mamluk juga memperluas tembok kota Hindu itu dengan apa yang dikenal dengan kota Kil’a Ray Pithora. Inilah “kota” pertama dari tujuh “kota” Delhi tersebut.
Sementara itu, raja pertama dinasti tughlug mendirikan Tughlughabad, sekitar 8 km di sebelah Timur Kil’a Ray Pithora, yang kemudian dijadikannya sebagai pusat pemerintahan tahun 720 H/1320 M. Di Tengah Tughlugabad didirikan istana, Masjid, Perumahaan , Perkantoran, dan jalan-jalan, yang dikelilingi oleh benteng yang kuat. Dinasti ini juga membangun jalan-jalan yang ditinggikan, membentuk pita disebelah tenggara, untuk memelihara danau. Muhammad ibn Tughlug juga melaksanakan sebuah proyek raksasa, yaitu mendirikan Adilabad yang kemudian dikenal dengan kota Jahanpanah.
Setelah delhi dihancurkan oleh tentara Timur Lenk, kekuasaan raja-raja yang berkedudukan di Delhi merosot tajam. Ketika itulah dinasti Lodi menganbil kota Agra sebagai ibu kota sementara delhi menjadi kota yang kurang penting. Kota Agra itu pula untuk pertama kalinya menjadi ibu kota kerajaan Mughal. Ketika Babur mengalahkan dinasti Lodi. Delhi baru menjadi ibu kota kerajaan Mubhal pada masa Humayun (1530-1516), seorang raja yang cinta ilmu dia wafat karna jatuh dari tangga perpustakaannya raja lainnya, syah Jeha (1628-1658 M)mendirikan kota Syah Jahanabat inilah kota terakhir dari “kota” itu .
6.      Andalus (spanyol )
Kota-kota islam yang masyhur yang menjadi pusat perdaban islam di spanyol diantaranya adalah.
1.      Kordova
Terletak di sebelah selatan lereng gunung Sierra De Cordova dan di tepi sungai Guadaquivir. Sebelum spanyol di taklukkan oleh tentara islam tahun 711 M, kordova adalah ibu kota kerajaan Kristen Visigoth, sebum dipindahkan ke Toledo penaklukkan spanyol oleh pasukan islam terjadi pada masa khalifah Al-Walid ibn Abd Al-Malik, dibawah pimpinan Tarik ibn Ziad dan Musa ibn Nusyair pada tahun 756 M, kota ini menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan Bani Umayyah, setelah Bani umayyah di Damaskus jatuh ketangan Bani Abbas tahun 750 M. Penguasa Bani Umayyah pertama di spanyol adalah Abd Al-Rahman Al-Dakhil kekusaan Bani Umayyah di Andalus berlangsung dari tahun 756 M sampai 1030 Mdimasa Bani Umayyah banyak bangunan baru yang didirikan seperti istana dan masjid-masjid. Sebuah jembatan dengan gaya arsitektur islam menghubungkan kordova dengan daerah pinggiran disebelah sungai disebelah barat jembatan berdiri istana Al-Cazar mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Abdul Abd Al-Rahman Al-Nashir dipertengahan abad ke 10 M, kordova terkenal juga sebagai pusat kerajinan barang-barang dari perak sulaman-sulaman dari sutra dan kulit. Kordova juga menjadi pusat pengetahuan dikota ini berdiri unyversitas cordova dikota ini terdapat perpustakan besar yang mempunyai koleksi buku sekitar 400 rb judul.
Pada tahun 1236 M kordova direbut oleh tentara Kristen dibawah pimpinan Ferdinand III dari castila, setelah itu peradaban islam dispanyol mengalami zaman kemunduran.
2.      Granada
Terletak ditepi sungai genil dikaki gunung Sierra Nevada berdekatan dengan pantai laut Mediterania. Semula adalah tempat tigal orang Iberia kemudian menjadi kota orang Romawi dan baru terkenal setelah ditangan berda ditangan orang-orang islam. Kota ini di taklukkan oleh tentara Bani Umayyah dibawah pimpinan Tarik Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair pada tahun711 M kota ini disebut Andalusia atas setelah Bani Umayyah mengalami kemunduran pada tahun 1031 M Granada diperintah oleh dinasti setempat yaitu dinasti Zirids. Setelah itu, Granada jatuh dibawah pemerintahan Al-Murabithun yang berkuasa sampai tahun 1149 M pada abad ke 12 Granada menjadi kota terbesar ke 5 dispanyol. Struktur penduduknya terdiri dari bangsa arab (Islam), Barbar (Kristen), Spanyol(Yahudi). Sejak abad ke 13 Granada di perintah oleh dinasti Nasrid selama lebih kurang 250 Tahun pada masa itu dibangu istana Al-Habra yang indah dan menggah yang dibangun oleh arsitek-arsitek muslim pada tahun 1238-1358 M pada masa pemerintahan Muhammad V (1354-1391 M) Granada mencapai puncak kejayaan, tetapi akhir abad ke 15 kota ini jatuh ketangan penguasa Kristen pada tahun 1492 kepada Ferdinand dan Isabella selanjutnya tahun 1610 M orang-orang islam diusir dari kota ini oleh penguasa Kristen.

7.      Samarkand dan Bukhara
Samarkand terletak disebelah selatan sungai Al-Saghad menurut berita kota ini telah di duduki oleh iskandar ketika berperang melawan Spitamenes tahun 323 M kota ini menjadi bagian dari kekuasaan yang berpusat di Bactria setelah itu brdiri kerajaan Graeco Bactrial pada masa Anthiocus II Theos. Sejak itu hubungan politik dan ekonomi antara Samarkand-Persia-Cina putus meskipun hubungan dalam bidang budaya masih berlanjut.
Kota Bukhara di pekirakan sudah ada ketika Iskandar datang terlihat dari bangunan-bangunan kuno pengaruh Persia sudah lama tertanam. Samarkand pernah diperintah oleh Tharkhun(cina:to-hoen) ia mengadakan perjanjian damai dengan Qutaibah dan berjanji untuk membayar pajak kepada pemerintahan islam di Damaskus di bawah dinasti Bani Umayyah namun, penduduk Samarkand marah dan menurukan Tarkhun dari kekuasaannya lalu diganti oleh Ikhsyiz Ghurik setelah itu pada tahun 93 H Qutaibah dan pasukannya mengepung kota tersebut dan membolehkan Ikhsyiz tetap pada posisinya sejak itu Samarkand dan Bukhara menjadi batu loncatan untuk melancarkan Espansi Islam lebih luas melalui banyak pertempuran di negri Transoxiana
Tahun 204 H Al-Ma’mun khalifah dari dinasti Bani Abbas yang berpusat dibaghdad menyerahkan urusan pemerintahan Samarkand dan Bukhara pada keluarga Asad Ibnu Saman. Dalam pemerintahan Samaniah Samarkan menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan Islam masyarakatnya hidup makmur dan sejahtera. Ketika itu Samarkand penghasilan utama kota Samarkand adalah kertas sedangkan Bukhara terkenal dengan perdagangan dan industri tenunnya ada 2 makam yang masih dihormati dan dikunjungi orang yaitu, makam Khasim Ibn Abbas dan Baha Al-Din-Al Naqsyabandi yang wafat pada abad ke-8 H (14 M). perlu disebutkan juga, seorang ulama terkenal pada masa itu, Abu Manshur Al Maturidi, wafat di Samarkand pada tahun 333 H (944 M) dan muridnya bernama Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi (421-493 H/1030-494 M) di Bukhara, dan ulama lainnya yang terkenal di Bukhara adalah ahli Hadits yaitu Imam Al Bukhari terkenal di dunia Islam yang menulis kitab Shahih Al-Bukhari  Bukhara memang dikenal sebagai pusat ilmu-ilmu keagamaan Islam.      
                












Tidak ada komentar:

Posting Komentar